CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Senin, 10 Desember 2007

Uang Plastik, Electronic Fund Transfer, dan Kliring Elektronik

Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk menggunakan alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran, antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan kartu prabayar. Penggunaan kartu prabayar diyakini akan menjadi trend mekanisme pembayaran di masa mendatang, misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol, pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya.


Kartu Plastik

Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran ini diproses oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan nonbank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses pengiriman dana, kliring hingga settlement. Pemakaian kartu prabayar dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai sampai ke bentuk-bentuk non-tunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas (paper based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti kartu prabayar hingga ke wujud digital (digital cash).



Jumlah kartu plastik (Kartu Kredit, ATM, Debit, dan pra bayar) di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang dilaporkan oleh Bank Indonesia pada tabel di bawah ini. Sampai bulan Juli 2007 tercatat 54 bank yang menerbitkan kartu ATM dan 21 penerbit kartu kredit yang terdiri atas perbankan, lembaga selain bank dan unit usaha syariah bank. Jumlah bank yang menerbitkan kartu ATM sekaligus kartu debit tercatat sebanyak 37 bank. Sedangkan kartu prabayar baru diterbitkan hanya oleh dua nama penerbit yaitu Telekomunikasi Indonesia dan Telekomunikasi Selullar. Peredaran dan penggunaan kartu tersebut juga melibatkan empat prinsipal kartu kredit dan tiga perusahaan pengelola switching. Infrastuktur Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) pun semakin meningkat, yang meliputi terminal ATM, Merchant, EDC, dan Imprinter.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, instrumen pembayaran khususnya yang menggunakan kartu (APMK) juga tumbuh dengan pesat. Tidak saja dari volume dan nilai yang ditransaksikan namun juga dari fitur, jenis, fungsi serta berbagai fasilitas yang diberikan kepada pemegang kartu. Menurut Bank Indonesia (2007), jenis APMK yang ada saat ini meliputi Kartu Kredit, Kartu ATM dan Kartu ATM yang berfungsi sekaligus sebagai Kartu Debit (ATM+Debit). Volume transaksi jenis APMK tersebut pada triwulan II-2007 tercatat 298,65 juta atau meningkat 8,04% dibanding triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi nilai mencapai Rp419,86 triliun, meningkat 19,68% dari triwulan sebelumnya. Peningkatan transaksi tersebut didominasi oleh jenis transaksi transfer dana pada kartu ATM dan ATM+Debit. Pada triwulan ini mucul pula jenis instrumen pembayaran baru yakni kartu prabayar. Kartu ini digunakan untuk jenis pembayaran yang bersifat kecil (micropayment), karena batasan nominal yang ada pada kartu tersebut adalah satu juta rupiah dan dapat diisi kembali setelah digunakan. Mengingat jenis kartu ini masih relatif baru, aktivitas transaksi yang tercatat masih sangat kecil, dimana volume transaksi tercatat 16,73 ribu dengan nilai transaksi Rp210,41 juta (Bank Indonesia, 2007).

Angka-angka di atas menunjukkan bahwa peranan E-banking dalam meningkatkan layanan transaksi semakin meningkat. Peningkatan jumlah kartu plastik berserta jumlah dan nilai transaksinya merupakan salah satu indikator mulai tumbuhnya less-cash society atau masyarakat digital di Indonesia. Indikator tersebut terkait langsung dengan kegiatan transaksi yang diinisiasi oleh masyarakat sendiri sesuai dengan sumber daya keuangannya yang tersimpan dalam atau dilewatkan melalui lembaga perbankan. Atau dengan kata lain, indikator tersebut merupakan hasil dari transaksi individual nasabah bank yang berada di sisi ”front end”. Bagaimana dengan transaksi antar lembaga sendiri yang dari kaca mata masyarakat- khususnya nasabah bank, merupakan layanan E-Banking yang berada di sisi ”back end”?


Real Time Gross Settlement

Sejak tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan kepada stakeholder yakni perbankan nasional apa yang disebut real time gross settlement (RTGS). BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Melalui mekanisme BI-RTGS ini rekening peserta dapat didebit dan dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa BI memakai settlement melalui RTGS. Alasan pertama, jika membuka kembali literatur dan merujuk hasil studi empiris, ada semacam kesadaran baru dari bank-bank sentral di seantero jagad ini untuk mengelola Large Value Transfer System (LVTS). Sistem BI-RTGS dapat mengurangi risiko sistemik. Yang dimaksud dengan risiko sistemik adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Kegagalan bayar ini akan membuat peserta bank lain juga ikut terancam. Bahkan dalam situasi ekstrem, gagal bayar ini berpotensi memicu kesulitan finansial yang lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran.


Alasan kedua, melalui sistem RTGS dapat mengurangi timbulnya float yang diharapkan dapat menyokong efektifitas pengawasan perbankan. Pada sisi lain dengan pengelolaan likuiditas yang baik di sektor perbankan juga akan membantu efektifitas kebijakan moneter. Alasan ketiga, sistem RTGS membuka peluang integrasi dengan berbagai aplikasi sistem pembayaran. Sebut saja seperti pasar uang dan pasar modal yang menganut prinsip Delivery versus Payment (DVP) atau bisa juga melakukan transaksi secara cross border payment melalui Payment versus Payment (PVP).


Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui aplikasi sistem BI-RTGS, antara lain dengan BI-RTGS transfer dana antar peserta lebih cepat, efisien, andal dan aman. Selain itu setidaknya ada kepastian settlement dengan lebih segera. Sistem BI RTGS ini akan memperlihatkan informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh. Bagi peserta RTGS juga dituntut untuk disiplin dan profesional dalam mengelola likuiditas mereka. Dan diharapkan melalui sistem RTGS ini akan mengurangi berbagai risiko settlement.


Saat ini aplikasi sistem BI-RTGS sudah berjalan di semua Kantor Bank Indonesia (KBI) di seluruh Indonesia. Sudah ada 148 peserta BI-RTGS yang terdiri atas 125 bank konvensional, 21 bank syariah/UUS dan dua peserta non-bank. Indonesia adalah negara kedelapan di Asia yang mengaplikasikan RTGS. Sedangkan di dunia baru ada 30 negara yang mengaplikasikannya. Jumlah dan nilai transaksi RTGS menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.


Bank Indonesia (2007) melaporkan bahwa komposisi nilai penyelesaian transaksi sistem pembayaran masih didominasi oleh sistem BI-RTGS. Selama triwulan II-2007 penyelesaian transaksi sistem BI-RTGS mencapai 93,09% dari total nilai transaksi, sementara melalui sistem kliring mencapai 3,15% dan sisanya melalui sistem yang dilaksanakan di luar Bank Indonesia. Penyelesaian transaksi melalui sistem RTGS dan kliring yang telah mencapai 96% tersebut dipandang telah mampu mendukung kestabilan sistem keuangan dalam memitigasi risiko gagal bayar transaksi sistem pembayaran. Dengan demikian, transaksi pembayaran di Indonesia yang belum ter-cover risikonya hanya sekitar 3,76%. Meski nilainya kecil, Bank Indonesia berusaha memitigasi risiko melalui penerapan rambu-rambu yang memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen.

Kliring Elektronik

Sebagaimana diketahui, sebelum settlement melalui RTGS diperkenalkan ke publik, ada settlement lain yang lazim dipakai yakni melalui sistem kliring. Metode yang dipakai sistem kliring berbeda jauh dengan RTGS. Sistem kliring menggunakan metode net settlement dalam rangka penyelesaian akhir. Net settlement adalah adalah proses penyelesaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan pada akhir suatu periode dengan melakukan apa yang disebut off-setting antara kewajiban-kewajiban pembayaran dengan hak-hak penerimaan.
Data terakhir transaksi kliring pada triwulan II-2007 mengalami sedikit kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Nilai transaksi selama triwulan laporan tercatat sebesar Rp 333,2 triliun, naik 1,1% dibanding triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp329,6 triliun. Dari sisi volume juga mengalami kenaikan sebesar 2,72%, dari 19,3 juta transaksi menjadi 19,9 juta transaksi.

Pada tahun 2007 ini Bank Indonesia telah memperluas implementasi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia di 18 wilayah kliring non Bank Indonesia. Dengan demikian, hingga akhir triwulan II-2007, wilayah yang telah mengimplementasikan SKNBI berjumlah 65 wilayah yang terdiri atas 37 wilayah KBI dan 28 wilayah non KBI.



Nilai transaksi pemindahan dana yang bersifat “back end” dari sisi pespektif nasabah tersebut menunjukkan bahwa lalu lintas uang di Indonesia sudah bersifat paperless- dengan nilai transaksi yang secara drastis meningkat tajam. Sebagai contoh, nilai BI-RTGS meningkat lebih dari 1000 triliun rupiah dalam 12 bulan terakhir atau meningkat lebih dari 60 persen. Sedangkan transaksi kliring meningkat lebih dari dua kali lipat pada periode yang sama. Transaksi digital dengan nilai yang sangat besar tersebut tentunya memerlukan teknologi tinggi yang handal dan teruji

Internet untuk usaha kecil, kenapa tidak?

Keberadaan internet tidak diragukan lagi telah memberikan dampak besar terhadap semua sektor usaha. Dengan internet pelaku usaha bisa berbisnis dengan tidak mengenal batas ruang dan waktu. Tetapi apakah internet juga tidak mengenal batas kapasitas usaha? Dalam konteks tulisan ini adalah antara usaha kecil dan usaha besar?
Memang ada kecenderungan bahwa penggunaan internet pada usaha besar lebih intensif dibandingkan kelompok usaha kecil. Kecenderungan tersebut bukan berarti usaha kecil tidak bisa menggunakan internet untuk kepentingan usaha. Justru ruang dan waktu usaha di Indonesia tidak terlepas dari keberadaan pelaku usaha kecil. Kementerian KUKM melaporkan bahwa jumlah usaha kecil di Indonesia pada tahun 2004 tercatat sebesar 43.158.468 unit atau 99,85 persen dari total unit usaha dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 70.919.385 orang atau 89,24 persen dari total tenaga kerja yang bekerja di industri. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa usaha kecil mempunyai potensi yang luar biasa jika dilihat dari jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang terlibat, yang jika diberdayakan bisa menjadi faktor pemicu yang signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tetapi saat ini jumlah unit dan penyerapan tenaga kerja tersebut belum diimbangi dengan kontribusinya terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB), nilai ekspor, dan investasi, seperti terlihat pada gambar 1.

Berbagai kebijakan sudah sering kita dengar mengenai pemberdayaan usaha kecil di Indonesia, misalnya program kemitraan dengan pengusaha besar, bantuan permodalan dari BUMN, atau penyaluran kredit perbankan khusus untuk usaha kecil. Tetapi aspek lain yang belum digarap secara optimal adalah penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk penggunaan internet. Padahal pemberdayaan usaha kecil melalui penerapan internet mempunyai peluang sangat besar untuk meningkatkan kontribusi usaha kecil terhadap perekonomian Indonesia. Alasannya sederhana saja yaitu pengggunaan internet bisa meningkatkan penyebaran informasi dan intensitas komunikasi, baik antar pelaku usaha kecil maupun dengan pembeli potensial. Selain itu, unit usaha kecil yang tersebar secara geografis dan trend penggunaan internet oleh mitra dagang juga bisa menjadi alasan lain untuk pemanfaatan internet oleh pelaku usaha kecil di Indonesia.


Masih Ada Peluang

Kondisi teknologi informasi di Indonesia sendiri relatif tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Ketertinggalan teknologi tersebut diantaranya bisa dilihat dari jumlah pengguna internet. Berdasarkan data dari International Telecommunication Union (ITU), jumlah pengguna internet di Indonesia untuk tahun 2004 tercatat sekitar 14,5 juta atau hanya 652 per 10.000 penduduk. Angka tersebut masih dibawah rata-rata asia dan dunia yang telah mencapai 818 dan 1370.

Perkembangan pengguna internet di Indonesia pada kurun waktu 2001 sampai 2004 dapat dilihat pada gambar 2. Terlihat bahwa kenaikan penetrasi internet di Indonesia tidak sebesar kenaikan rata-rata di Asia dan dunia. Andaikan saja 5 persen tenaga kerja yang terlibat di usaha kecil menjadi pengguna internet baru, pengguna internet di Indonesia bisa melewati rata-rata Asia.

Bagaimana gambaran umum mengenai penggunaan internet oleh pelaku usaha kecil di Indonesia bisa dilihat dari hasil survey yang dilakukan oleh Asia Foundation dan CastleAsia terhadap 227 usaha kecil dan menengah pada tahun 2002. Hasil survey menunjukkan bahwa 158 usaha atau 69,9 persen sudah menggunakan internet, dan sebagian besar memang digunakan oleh usaha kecil untuk berhubungan dengan pembeli dari luar negeri. Survey lain dilakukan oleh penulis bekerja sama dengan Himpunan Pengusaha Kecil Indonesia (HIPKI) terhadap 94 pelaku usaha kecil yang belum pernah mengikuti pelatihan internet. Hasilnya menunjukkan ada fenomena yang cukup menarik yaitu penggunaan TIK oleh pengusaha kecil ternyata bukan sesuatu yang langka. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan telpon seluler oleh sebagian besar pemilik usaha kecil. Memang tingkat adopsi penggunaan internet lebih rendah dibandingkan komputer dan internet, seperti terlihat pada gambar 3.

Penggunaan internet yang belum memasyarakat tersebut belum bisa diartikan bahwa internet tidak sesuai dengan kepentingan usaha kecil. Hal ini bisa dilihat dari fenomena lain yang cukup menarik. Pelaku usaha kecil yang tidak menggunakan internet sebelumnya, sebagian besar mempunyai keinginan untuk menggunakan internet pada 6 bulan ke depan, atau tergolong sebagai potential adopter seperti terlihat pada Gambar 4. Mereka sudah menyadari bahwa era informasi dan globalisasi sudah menjadi kenyataan. Penggunaan internet pun tinggal menunggu waktu. Apalagi perkembangan teknologi sekarang menunjukkan bahwa komputer dan internet sudah semakin user-friendly dan tidak memerlukan keahlian tinggi kalau hanya sebagai pengguna akhir (end users).

Jadi masih terbuka peluang bahwa penetrasi internet di kalangan pelaku usaha kecil masih bisa ditingkatkan di masa yang akan datang. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan mereka untuk mengadopsi (atau tidak mengadopsi) internet dilihat dari perspektif para pelaku usaha kecil. Berbagai teori atau model adopsi teknologi- mulai dari Technology Acceptance Model-nya Davis (1989) sampai Unified Theory of Acceptance and Use of Technology-nya Venkantesh (2003)- secara umum menyimpulkan hal yang sama yaitu niat dan prilaku penggunaan teknologi informasi dipengaruhi oleh persepsi dan sikap individu pengguna akhir. Padahal persepsi dan prilaku tersebut bisa berubah dan dipengaruhi oleh intervensi dari pihak eksternal.

Merubah Persepsi

Mengacu ke rencana induk pengembangan industri kecil dan menengah 2002-2004, salah satu kelemahan utama pengusaha kecil di Indonesia adalah kemampuan dan agresivitas mengakses pasar para pengusaha kecil masih terbatas serta masih terbatasnya penggunaan teknologi informasi untuk mendinamisasi dan memajukan usaha kecil (Deperindag, 2002). Pemanfaatan internet oleh pelaku usaha kecil memang bukan pekerjaan yang mudah- tetapi bukan berarti tidak mungkin, terutama jika kelemahan atau persepsi yang ada pada usaha kecil di Indonesia bisa dicarikan solusinya melalui program-program yang tepat. Masalah utamanya adalah masih adanya persepsi bahwa internet adalah mahal, relatif sulit, dan perlu fasilitas pendukung yang memadai. Persepsi tersebut lebih dikarenakan pelaku usaha kecil belum memperoleh informasi yang lengkap dan benar tentang internet, atau terjadi fenomena asymetric information yang menyebabkan kesenjangan digital antara kelompok pengguna dan bukan pengguna. Berbagai studi menunjukkan bahwa persepsi dan prilaku penggunaan internet lebih banyak dipengaruhi ketidaktahuan dan ketrampilan para pelaku usaha kecil dalam penggunaan internet. Disinilah peranan sosialisasi dan pelatihan internet terhadap pelaku usaha kecil sangat diperlukan di Indonesia.

Memang masih ada faktor penghambat lain yang tidak bisa dihilangkan yaitu ketidaksesuaian jenis usaha. Untuk kasus ini internet tidak bisa sepenuhnya diterapkan dalam proses bisnis. Tetapi kalau sekedar pencarian informasi pasar dan komunikasi dengan pelanggan atau pemasok, pelaku usaha kecil masih bisa memanfaatkan internet.

Apa yang harus dilakukan?

Kebijakan penerapan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet harus bersifat sistematis, integratif, dan menyeluruh. Sistematis dalam artian didukung dengan kerangka kerja yang menitikberatkan pada proses berorientasi pada kebutuhan dan karakteristik usaha serta penetapan target keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Selama ini berbagai pelatihan sudah dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau institusi pendidikan, yang lebih didorong inisitif penyelenggara pelatihan. Untuk menghindari program-program yang tumpang-tindih atau untuk lebih mensinergiskan kegiatan-kegiatan tersebut, memang diperlukan peningkatan koordinasi, komunikasi, dan pembagian peran antar pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemberdayaan usaha kecil di Indonesia. Penyusunan program yang integratif dan menyeluruh tersebut diharapkan bisa menghasilkan pemetaan atau basis data mengenai profil penggunaan teknologi informasi oleh usaha kecil. Peta tersebut selanjutnya bisa dijadikan landasan dalam strategi dan prioritas pengembangan lebih lanjut sehingga internet bisa dimanfaatkan oleh usaha kecil di Indonesia.


Tren Marketing Terpenting 2008 di Mata Pemasar

Lingkungan pemasaran makin hari makin rumit. Bukan hanya bermunculannya segmen pasar baru yang memusingkan para pemasar. Marketer pun kini mesti menghadapi lingkungan baru yang dipicu oleh perkembangan teknologi dan Internet.

Nah, untuk mengetahui apa isi kepala para marketer, Anderson Analytic melakukan riset terhadap 600 anggota Marketing Executives Networking Group (MENG) untuk mengindetifikasi “Top Marketing Trends Tahun 2008.”

Hasilnya? Silahkan lihat grafik di bawah ini, yang saya ambil dari eMarketer.



Yang menarik, Search Engine Optimizations alias SEO menduduki peringkat kedua setelah marketing basic. Tren Viral/Word of Mouth serta New Media juga menduduki peringkat penting.

Hal ini menunjukkan bahwa para pemasar di Amerika Serikat paham betul betapa pentingnya Internet sebagai media pemasaran tahun depan. Jika di negeri Paman Sam memiiki kecenderungan seperti itu, bagaimana di negeri kita?

E-Bisnis Promosi lewat blog

Kehadiran blog telah menjadi sebuah media bagi para pengguna untuk berbagai kepentingan. Dengan adanya blog yang relatif mudah dibangun dan berharga terjangkau, secara langsung ikut memberikan kesempatan berpromosi lebih baik bagi dunia wirausaha. Tak hanya sekedar sebagai diari dan kumpulan tulisan pribadi, bagi penggunanya blog bisa memberikan nilai ekonomis, di mana blog banyak dipakai untuk menampilkan produk atau jasa yang diperuntukkan bagi pasar, yaitu pembaca blog.

Perkembangan sistem pemasaran (marketing) melalui internet membuat blog memiliki nilai tawar yang cukup tinggi untuk memerankan diri sebagai tempat sumber informasi produk bahkan tempat beriklan. Sebuah sumber pemasukan bagi pemiliknya.

Bagaimana istilah blog pertama kali muncul? Enda Nasution yang sering disebut sebagai Bapak Blog Indonesia menulis dalam blognya, bahwa blog sebagai kependekan dari Weblog, merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Jorn Barger pada bulan Desember 1997. Jorn menggunakan istilah Weblog untuk menyebut kelompok website pribadi yang selalu diupdate secara kontinyu dan berisi link-link ke website lain yang mereka anggap menarik disertai dengan komentar-komentar mereka sendiri.Blog kemudian berkembang mencari bentuk sesuai dengan kemauan para pembuatnya atau para blogger. B

log yang pada mulanya merupakan “catatan perjalanan” seseorang di internet, yaitu link ke website yang dikunjungi dan dianggap menarik, kemudian menjadi jauh lebih menarik daripada sebuah daftar link. Hal ini disebabkan karena para Blogger biasanya juga tidak lupa menyematkan komentar-komentar “cerdas” mereka, pendapat-pendapat pribadi dan bahkan mengekspresikan sarkasme mereka pada link yang mereka buat.

Kembali kepada para pengguna blog yang, saat ini di Indonesia saja sudah tak terhitung blog yang dipergunakan untuk kepentingan usaha. Mulai dari pemanfaatan blog sebagai etalase produk hasil kerajinan yang siap dijual, menawarkan jasa profesional yang berstatus usaha pribadi, hingga kepada wadah untuk mencari mitra atau partner bisnis.

Dipermudah lagi dengan tersedianya berbagai blog gratisan yang dapat dikelola dengan mudah oleh penggunanya. Beberapa blog gratisan diantaranya blogspot, wordpress, multiply. Menariknya lagi, tak sedikit pengguna blog yang sukses menjual produk dan jasa meski hanya menggunakan media blog gratisan.

Sukses menjual banyak produk melalui blog, tentu saja blog juga harus banyak mendapat kunjungan. Oleh karena itu pengguna blog perlu melakukan berbagai langkah promosi sehingga dapat dengan cepat tampil dari mesin pencari seperti google. Salah satunya adalah aktif membuat artikel yang menarik untuk dibaca. Agar blog lebih mudah dikenal banyak orang, ada baiknya melakukan submit ke berbagai forum, yang juga bisa menarik blog lain backlink ke blog pengguna. Cara lain yang tak kalah seru, adalah kebiasaan meninggalkan comment di blog lain, yang tentu saja menyelipkan nama blog sendiri di dalamnya. (SH)

SORSAWO.COM, INDONESIA'S E-BUSINESS PORTAL



Sorsawo.Com adalah situs yang didedikasikan untuk membantu perusahaan kecil dan menengah di Indonesia dalam mengembangkan bisnis di Internet. Situs ini menyediakan informasi yang lengkap tentang perkembangan teknologi Internet, isu-isu seputar eCommerce dan tips-tips bagaimana mengembangkan bisnis di dunia maya

website sebagai media komunikasi


Dari waktu ke waktu, pengembangan teknologi dalam Internet semakin meluas. Penggunaan website sebagai media komunikasi pun semakin berkembang. Jika dahulu website hanya dipergunakan sebagai sarana komunikasi satu arah, maka kini website telah berkembang menjadi sarana komunikasi dua arah.

Pengembangan Web 2.0 yang memungkinkan proses penyampaian data dua arah dan partisipasi pengunjung telah banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan bisnis perusahaan-perusahaan. Mulai dari masalah promo, penjualan hingga masalah pelaporan data, kini dapat dilakukan secara real time dan efesien melalui website. Inovasi pengembangan teknologi website telah memungkinkan proses digitalisasi data dan informasi perusahaan melalui website.

Ada beberapa hal penting yang menjadi ciri khas digitalisasi informasi perusahaan melalui website dalam era Web 2.0 saat ini. Hal tersebut antara lain adalah :

Perubahan arus informasi. Jika dahulu arus penyampaian informasi perusahaan melalui website bersifat satu arah dan sangat terbatas, maka dalam era pengembangan Web 2.0 saat ini arus informasi berlangsung dalam dua arah, timbal balik. Perusahaan tidak hanya dapat memberikan informasi kepada pembaca, namun pembaca juga dapat memberikan masukkan kepada perusahaan, baik itu melalui forum, melalui email pengaduan, blog, jajak pendapat dan lain sebagainya. Arus timbal balik ini merupakan suatu kelebihan pengembangan website di era Web 2.0, dibandingkan dengan era pengembangan website sebelumnya, di mana informasi hanya dilakukan satu arah saja.
Nilai partisipasi. Partisipasi merupakan suatu ciri dari pengembangan Web 2.0, terutama dalam kaitannya dengan digitalisasi informasi perusahaan melalui website ini. Interaktifitas dalam suatu website perusahaan menjadi satu keharusan saat ini. Bagaimana suatu website dapat dengan mudah mengajak pengunjungnya untuk berinteraksi dan berpartisipasi melalui berbagai macam fitur yang disediakannya, merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan sebuah website perusahaan. Website diharapkan dapat menciptakan suatu bentuk partisipasi wujud loyalitas pengunjung terhadap website tersebut. Loyalitas dan partisipasi pengunjung dalam sebuah website merupakan satu nilai marketing yang handal bagi sebuah perusahaan. Hal ini menjadi sangat penting bagi sebuah perusahaan, untuk mengetahui sejauh mana perusahaan tersebut mempunyai nilai jual di dunia maya.

Teknik Menerima Pembayaran Lewat Internet




Banyak pertanyaan ke saya baik lewat YM maupun email tentang bagaimana cara menerima pembayaran kartu kredit di Internet. Artinya ketika kita menjual barang di Internet, bagaimana sang pembeli barang kita (customer) dapat mengirimkan pembayaran kita, baik menggunakan kartu kredit (credit card) maupun alat pembayaran yang lain. Selain bekerjasama langsung dengan Bank (acquirer) untuk bisa mencharge kartu kredit pelanggan, kita juga bisa menggunakan third party company yang memiliki layanan untuk mencharge kartu kredit. Layanan ini sering disebut dengan Payment Gateway. Saya coba rangkumkan tips dan triknya, termasuk payment gateway mana yang bisa diterapkan untuk bisnis berbasis Internet (ecommerce) di Indonesia.

Teknik menarik kartu kredit langsung dari pembeli (tanpa perusahaan payment gateway) secara prinsip bisa dilakukan, tapi secara praktek sulit dilakukan. Yang pertama bahwa memerlukan biaya besar dan waktu yang lama untuk mengurus permohonan menjadi merchant di bank acquirer. Yang kedua resiko terlalu besar, baik dipihak pembeli (trust) maupun penjual (carding fraud). Jadi kesimpulannya untuk bisnis skala kecil, teknik ini tidak dianjurkan. Dengan bahasa lain, silakan gunakan payment gateway yang sesuai dengan model bisnis kita.

Di dunia ini sangat banyak perusahaan payment gateway, sayangnya sedikit yang mendukung kartu kredit Indonesia, baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual (merchant). Saya akan menjelaskan tentang beberapa Payment Gateway ini, dengan harapan bahwa para pebisnis Internet di Indonesia bisa mulai memikirkan untuk menyediakan layanan pembayaran melalui kartu kredit.

PAYPAL.COM

Mungkin saat ini PayPal adalah payment gateway yang paling populer di dunia. Proses registrasi cepat dan tidak perlu membuat program yang sulit untuk menghubungkan barang yang dijual ke pemrosesan paypal. Asal ada form html yang berisi nama dan harga barang (bisa generate otomatis dari PayPal), PayPal akan memproses secara otomatis termasuk menyediakan shopping cartnya. Tampilan juga bisa diatur sesuai dengan tampilan situs jualan kita. Yang menarik lagi, tidak ada biaya setup, bulanan, maintenance, sehingga costnya cukup rendah (bahkan kita akan mendapatkan bonus 5 USD pada saat pendaftaran). Biaya hanya akan dipungut pada saat transaksi. Sayangnya PayPal tidak mendukung credit card dari Indonesia Saya menggunakan kartu kredit saya di Jepang untuk registrasi dan mendaftar menjadi penjual (merchant) di PayPal, dan sampai sekarang masih aktif untuk beberapa bisnis saya di Internet Berita terbaru, Paypal sudah bisa menerima kartu kredit Indonesia. Silakan mencoba dengan mendaftarkan kartu kredit anda di paypal.com. (Updated: 15 Oktober 2006)

2CHECKOUT.COM

Memiliki fitur yang selevel dengan PayPal (bahkan mungkin lebih baik), dan saat ini boleh dikatakan popularitasnya semakin menanjak tinggi. Menerima pembayaran dengan berbagai jenis kartu kartu kredit (Visa, MasterCard, Amex, JCB, Discover, dsb). Untuk mendaftarkan diri sebagai penjual, dipungut biaya 49 USD. Total fee setiap transaksi adalah 0,45 USD dan 5,5% dari nilai transaksi. Yang menarik 2checkout.com bisa digunakan oleh kartu kredit Indonesia

IKOBO.COM

Melayani pengiriman dan penerimaan uang dengan kartu kredit secara online. Prosesnya sederhana, apabila ada yang melakukan pembayaran ke kita, maka kita akan mendapatkan i-Kard (kartu visa debit), dengan kartu i-Kard inilah kita mencairkan uangnya. Sepertinya ikobo.com tidak menyediakan shopping cart dan fitur-fitur lain berhubungan dengan ecommerce yang kita bisa embed di situs jualan kita. Indonesia termasuk negara yang didukung. Salah satu kekurangannya adalah masalah total fee transaksi yang cukup besar. Pertama biaya transaksi adalah 5 USD + 3% dari transaksi. Kemudian kita akan kena charge pengiriman i-Kard sebesar 9,95 USD (kecuali sudah memiliki i-Kard sebelumnya). Dan yang terakhir adalah biaya penarikan dana melalui ATM (1,9 USD) dan biaya maintenance sebesar 0.9 USD. FAQ cukup lengkap menjelaskan semua masalah di ikobo.com

IPAYMENT

Tidak sepopuler PayPal dan 2checkout, dan registrasinya cukup rumit. Tapi yang pasti memberi layanan pemrosesan kartu kredit dan secure payment gateway. Pendaftaran dan perubahan account menggunakan cara manual, kemungkinan untuk menghindari adanya fraud.

AUTHORIZE.NET

Menyediakan fitur untuk menerima pembayaran kartu kredit dan juga check elektronik. Proses untuk pendaftaran sebagai penjual agak rumit, karena pendaftaran tidak langsung ke authorize.net melainkan ke agen perwakilan yang ditunjuk. Setiap agen memiliki fitur layanan bervariasi dan kita tinggal memilih mana yang sesuai dengan model bisnis kita. Setelah memiliki account dari agen perwakilan, selanjutnya kita memproses pendaftaran payment gateway account dari authorize.net. Account inilah yang kita gunakan pada module transaksi pembayaran di situs jualan kita. Authorize.net sepertinya kurang cocok untuk perusahaan atau bisnis sekala kecil.

PAY.INDO.COM

Payment gateway Indonesia Belum ada registrasi penjual secara online dan sepertinya kita yang tertarik diminta untuk mengirimkan form inquiry. Silakan dicoba atau bisa juga menanyakan langsung ke kontak

NOCHEX

Sedikit berbeda dengan layanan payment gateway diatas, NOCHEX memiliki fitur transaksi pembayaran dengan mendebit rekening bank pembeli dengan surat elektronik NOCHEX. Sayangnya layanan NOCHEX terbatas di perbankan Amerika. Kalaupun mau nekat menggunakan, mungkin dengan meminjam rekening teman di Amerika

E-GOLD

Meskipun juga sama-sama menyediakan fitur payment gateway, tapi e-gold memiliki konsep yang sedikit berbeda. e-gold menggunakan standard nilai berdasarkan harga emas murni 100% yang berlaku di dunia dan ini yang direpresentasikan dalam bentuk rekening tabungan e-gold. Kita bisa mencoba langsung membuka rekening e-gold, karena pendaftarannya bersifat gratis. Proses pengisian tabungan di rekening adalah dengan mengirimkan uang rupiah kepada pedagang e-gold (Indonesia juga ada), dan kemudian nominal yang kita bayarkan akan muncul di account tabungan e-gold kita (USD). Proses pencairannya juga sama, karena kita tingal menjual e-gold kita ke pedagang tersebut. Atau cara pencairan lain adalah dengan menggunakan debit card e-forexgold.com (terkena biaya 50 USD), dan dengan card e-forexgold tersebut kita tinggal mencairkan melalui mesin ATM berlogo mastercard, maestro dan cirrus (ATM BCA, dsb).

Sepertinya masih banyak payment gateway lain selain diatas, hanya saya lihat secara fitur dan popularitas masih di bawah delapan payment gateway diatas. Sebagai kesimpulan sementara, untuk Indonesia dengan bisnis skala kecil dan menengah sepertinya 2checkout.com cukup bisa menjadi solusi dalam payment gateway. Saya sendiri berharap bahwa PayPal bisa masuk ke Indonesia Sebelum pulang ke Indonesia tahun 2004, saya sempat mengirimkan permintaan supaya PayPal mau menerima kartu kredit Indonesia, tapi mereka belum approve karena masalah carding fraud di Indonesia yang tinggi Alhamdulillah Paypal sudah bisa menerima kartu kredit Indonesia. Berita gembira untuk para pebisnis Internet di Indonesia

kapan saja dan dimana saja(E-learning)

Dulu mungkin kita berpikir bahwa kegiatan belajar mengajar harus dalam ruang kelas. Dengan kondisi dimana guru atau dosen mengajar di depan kelas sambil sesekali menulis materi pelajaran di papan tulis. Beberapa puluh tahun yang lalu pun juga telah dikenal pendidikan jarak jauh. Walaupun dengan mekanisme yang boleh dibilang cukup ‘sederhana’ untuk ukuran sekarang, tetapi saat itu metode tersebut sudah dapat membantu orang-orang yang butuh belajar atau mengenyam pendidikan tanpa terhalang kendala geografis. Memang kita akui, sejak ditemukannya teknologi Internet, hampir ‘segalanya’ menjadi mungkin. Kini kita dapat belajar tak hanya anywhere tetapi sekaligus anytime dengan fasilitas sistem e-Learning yang ada.

Dari segi infrastruktur, bila yang kita butuhkan dari sistem e-learning adalah aplikasi sebatas tutor yang cukup kita install per PC, kita hanya perlu komputer yang stand alone, tetapi bila sistem yang kita inginkan benar-benar punya akses anytime anywhere, maka kita butuh infrastruktur Internet., baik mobile wireless maupun tidak. Sedangkan dari segi perkembangan, memang kita kalah ‘cepat’ dengan apa yang telah dicapai di luar negeri. Hal tersebut tak dapat dipungkiri mengingat berbagai kendala yang kita hadapi di dalam negeri. Salah satunya adalah masalah landasan hukum, dimana sebelum September 2001, institusi-institusi selain Universitas Terbuka (UT) tidak diizinkan menyelenggarakan bentuk distance learning. Surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi tertanggal 22 September 2000 menyatakan bahwa hanya UT yang memiliki hak istimewa (exclusive right) untuk menangani distance education. (surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi nomor 2630/D/T/2000, 2000). Pada tanggal 24 September 2001, Menteri Pendidikan Nasional mengumumkan kebijakan baru mengenai implementasi distance education. Sejak saat itu pemerintah menghapus larangan dan mengizinkan institusi yang memenuhi syarat (eligible) untuk menyelenggarakan distance learning. Tetapi saat ini beberapa perguruan tinggi kita sudah bergerak untuk mengembangkan e-Learning dengan kondisi internal masing-masing.

Beberapa Pengertian

Untuk melihat dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap kegiatan pembelajaran secara umum, terdapat beberapa istilah yang mirip, seperti: Distance Education, Distance Learning, Computer Mediated Learning, Computer Aided Instruction, dsb. Berikut adalah beberapa pengertian dari istilah yang sering digunakan berkaitan dengan pemanfaatan TIK dalam pendidikan.


Distance Learning, yaitu mekanisme penyampaian instructional yang tidak mengharuskan siswa untuk hadir secara fisik pada tempat yang sama dengan pengajar. (Ornager, UNESCO, 2003)
Distance Education, yaitu model pembelajaran dimana siswa berada di rumah atau kantor mereka dan berkomunikasi dengan dosen maupun dengan sesama mahasiswa melalui e-mail, forum diskusi elektronik, videoconference, serta bentuk komunikasi lain yang berbasis computer (Webopedia, 2003).
E-Learning, yaitu proses belajar yang difasilitasi dan didukung melalui pemanfaatan TIK (Martin Jenkins and Janet Hanson, Generic Center, 2003).

Develop Networking through Community

IMPLEMENTASI ICT DI PENDIDIKAN TINGGI....Indonesia sampai saat ini merupakan salah satu Negara yang mengkonsumsi akses internet dengan harga yang sangat mahal. Banyak Negara maju yang menyumbangkan dana yang sangat besar untuk memberikan saluran internet gratis ke Indonesia tetapi dikarenakan mahalnya harga bandwidth internet di Indonesia mengakibatkan bantuan tersebut menjadi kurang berarti. Perkiraan kebutuhan biaya untuk bandwidth internet apabila dibandingkan dengan tetangga sebelah, Singapura, adalah harga bandwidth 5 MBps di Indonesia apabila di Singapura akan mendapatkan lebih dari 40 MBps. Perhitungan ini menjadi sangat tidak masuk akal apabila kita mengaitkannnya dengan harga-harga item lain di Indonesia yang jauh lebih murah dibandingkan di Negara lain, seperti contohnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Segudang alasan pun akan disampaikan untuk menjawab kasus diatas baik oleh kalangan provider jasa internet, pemerintahan, maupun kalangan akademisi yang menjadi salah satu pengguna terbesar dari jasa internet di Indonesia. Salah satu alasan yang mengemuka adalah karena secara akumulasi Indonesia merupakan Negara pengkonsumsi content internet bukan sebagai Negara yang memproduksi content internet. Gejala ini ditunjukkan dengan data pada beberapa institusi pendidikan termasuk UNPAD yaitu traffic pengakses content ke luar negeri lebih banyak dibandingkan dengan traffic ke dalam negeri dan juga masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan traffic IIX (Indonesian Internet Exchange)

Saat ini sudah terlihat banyak individu, organisasi/lembaga, dan institusi di Indonesia yang terus mengembangkan dan meningkatkan content lokal. Begitu pun halnya dengan institusi pendidikan sedang bekerja keras untuk membangun berbagai macam content yang dapat dimanfaatkan kalangan internal institusi mereka maupun untuk kepentingan public.

Karakteristik Sistem yang Dibutuhkan dalam E-learning

Saat ini memang terdapat beberapa pihak yang merasa skeptis akan keberhasilan sistem e-Learning dalam mencetak output yang berkualitas. Salah satu alasan mereka adalah siswa belum bisa belajar mandiri. Atau pertanyaan yang diajukan adalah mampukah e-Learning menghadirkan suasana kelas yang interaktif?

Dari beberapa sistem e-Learning yang dikembangkan, secara umum kita dapat membagi berdasarkan sifat interaktivitasnya menjadi 2 (dua) kelompok:

Pertama, sistem yang bersifat statis. Pengguna sistem ini hanya dapat men-download bahan-bahan belajar yang diperlukan. Sedangkan dari sisi administrator, ia hanya dapat meng-upload file-file materi. Pada sistem ini memang suasana belajar yang sebenarnya tak dapat dihadirkan, misalnya jalinan komunikasi. Sistem ini cukup berguna bagi mereka yang mampu belajar otodidak dari sumber-sumber bacaan atau format materi lain sepeti file berformat video, dsb. Kalaupun digunakan, sistem ini berfungsi untuk menunjang aktivitas belajar-mengajar yang dilakukan secara tatap muka.

Kedua, sistem yang bersifat dinamis. Fasilitas yang ada pada sistem ini lebih bervariasi dari apa yang ditawarkan sistem pertama. Pada sistem kedua ini, fasilitas seperti discussion forum, chat room, e-mail, evaluation tool, user management, learning material management sudah tersedia. Sehingga pengguna mampu belajar dalam lingkungan belajar yang tidak jauh berbeda dengan suasana kelas. Sistem kedua ini dapat digunakan untuk membantu proses transformasi paradigma pembelajaran dari teacher-centered menuju student-centered. Bukan lagi pengajar yang aktif memberikan materi atau meminta mahasiswa bertanya mengenai sesuatu yang belum dimengerti, tetapi disini mahasiswa dilatih untuk belajar secara kritis dan aktif. Sistem e-Learning yang dikembangkan dapat menggunakan pendekatan metode belajar kolaboratif (collaborative learning) maupun belajar dari proses memecahkan problem yang disodorkan (problem-based learning).


Tentang kondisi pembelajaran dan fasilitas apa yang sesuai dapat kita lihat di table berikut ini:


Same Time (Synchronous)
Different Time (Asynchronous)


Same Place
Classroom
Learning Center

Laboratory

Library




Different Place
Audioconferencing

Videoconferencing

Satellite delivery

Chat Room

Instrutor-led

(Synchronous Learning Systems)

Synchronous Streaming
WWW

Learning Management Systems

Video tape/audio tape

CD-ROM

Archived Streamed

Video

Email/Listserv




Diadopsi dari Distance Learning and Sun Microsystems, 1999

Kondisi Pertama, yaitu belajar di waktu dan tempat yang sama. Belajar model seperti ini tak lain adalah belajar di ruang kelas.

Kondisi Kedua, yaitu belajar di waktu yang berbeda, tetapi di tempat yang sama. Untuk belajar model seperti ini kita memerlukan Learning Center, Laboratory, serta Library.


Kondisi Ketiga, yaitu belajar di waktu yang sama, tetapi di tempat yang berbeda. Untuk belajar model seperti ini kita memerlukan Audioconferencing, Videoconferencing, Satellite delivery, Chat Room, Instrutor-led (Synchronous Learning Systems), Synchronous Streaming.

Kondisi Keempat, yaitu belajar di waktu dan tempat yang berbeda. Untuk belajar model seperti ini, kita memerlukan infrastruktur Internet, Learning Management System (LMS), serta e-Learning content yang pedagogical soundness.

Strategi Penyediaan Sistem

Untuk menyediakan sistem e-Learning dalam suatu organisasi, katakanlah institusi pendidikan, terdapat beberapa pilihan yang dapat kita ambil :

Mengembangkan sendiri. Dengan menjatuhkan pilihan pada pilihan pertama artinya organisasi perlu memiliki tim proyek untuk pengembangan sistem. Disini benar-benar akan dipergunakan manajemen proyek dimana alokasi sumber daya manusia (mulai dari manajer proyek, sistem analis, bisnis analis, system architect, system developer, programmer, hingga documentator), alokasi biaya dan waktu diatur sedemikian rupa sehingga requirement dapat dicapai sesuai target. Pilihan metodologi pengembangan dan teknologi yang akan digunakan merupakan ‘hak prerogratif’ tim pengembang dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang ada.
Membeli sistem yang sudah ada. Salah satu hal yang bisa digunakan untuk menebak mengapa suatu organisasi membeli application software dan/atau hardware adalah tersedianya anggaran yang dimiliki serta berbagai pertimbangan seperti kemudahan, khususnya pendeknya waktu implementasi serta layanan pascaimplementasi. Namun yang perlu diperhatikan dari pilihan ini adalah seringkali fasilitas yang ada terlalu kompleks dari apa sebenarnya yang dibutuhkan organisasi yang bersangkutan.
Menggunakan open source e-Learning system. Saat ini telah terdapat beberapa sistem e-Learning berbasis open source seperti Moodle, Claroline, dan yang lainnya. Jelas, bagi organisasi kita untuk memanfaatkan software ini tidak perlu membayar. Lisensi yang digunakan biasanya adalah GPL atau GNU. Effort yang perlu kita lakukan ketika memutuskan menggunakan sistem ini adalah, kita perlu mempelajari dokumentasi program, bahkan kalau perlu algoritma-algoritma yang digunakan. Tidak adanya layanan pascaimplementasi berarti menuntut penggunanya untuk terlibat aktif dalam milis-milis atau memperhatikan bug-bug yang mungkin ditemukan dibelakang hari.
Melakukan kustomisasi. Melakukan kustomisasi artinya memanfatkan modul-modul yang tersedia, baik itu dikembangkan sendiri, dari software open source ataupun dengan cara membeli.
Sebagai penutup tulisan ini, para pengembang Internet entah mengira atau tidak, jelas hasil riset mereka telah berhasil mewarnai cara kerja orang di era ini. Mulai remote working, akses berita setiap saat, akses informasi segala macam di dunia maya melalui search engine, chatting yang membuat sebagian orang keranjingan, hingga sistem e-Learning yang mampu ‘memanjakan’ orang yang ingin belajar setiap saat dan di segala tempat. Yaitu dengan cukup dua syarat saja, ada kemauan untuk belajar dan tentunya…akses Internet! Selamat belajar di era baru!

Alasan belajar dengan sistem e-learning?

Mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan, yang tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima merupakan bagian dari permasalahan bidang pendidikan nasional. Salah satu solusi, sekarang ini banyak berkembang cara belajar dengan sistem jarak jauh yang tidak harus tatap muka antara murid dengan guru secara pisik dan juga tidak ada pembatasan umur, bahkan melalui dunia maya yang disebut e-learning dapat dilakukan secara mandiri. Kemudian kalau ditelusuri, kemauan dan kemandirian yang kuat untuk belajar terbukti ikut menentukan sukses seseorang. Banyak orang sukses ternyata bukan karena tingginya pendidikan formal yang pernah ditempuhnya, namun banyak yang sukses dari belajar secara mandiri dan kemauan yang kuat. Lebih mudah lagi, saat ini didukung dengan fasilitas pembelajaran dengan menggunakan Teknologi Informasi Internet/E-Learning.

E-Learning sangat potensial untuk membuat proses belajar lebih efektif sebab peluang siswa untuk berinteraksi dengan guru, teman, maupun bahan belajarnya terbuka lebih luas. Siswa dapat berkomunikasi dengan gurunya kapan saja, yaitu melalui e-mail. Demikian juga sebaliknya. Sifat komunikasinya bisa tertutup antara satu siswa dengan guru atau bahkan bersama-sama melalui papan buletin..

E-learning ini juga sebagai proses pembelajaran melalui media internet, intranet dan CD-Rom. Sistem pembelajaran ini dapat dilakukan kapan saja, di mana saja dan mandiri, yang penting ada komputer atau internet kalau online. Dengan demikian kegiatan belajar menjadi sangat fleksibel karena dapat disesuaikan dengan ketersediaan waktu para siswa/mahasiswa atau siapapun yang ingin belajar.
Oleh karena itu ada baiknya proses pembelajaran e-learning ini dapat diimplementasikan dan dimanfaatkan Kementerian Koperasi dan UKM dalam memberikan materi pembelajaran dan memotivasi masyarakat terutama dalam memberikan pengetahuan dan wawasan tentang Koperasi dan UKM, serta dalam rangka menumbuhkembangkan wirausaha baru. Penyajian modul-modul dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan disajikan secara terus menerus serta berkesinambungan. Dengan demikian masyarakat maupun pelaku KUKM dapat mengaksesnya dengan mudah dan murah serta dapat memilih materi yang diinginkan. Untuk itulah maka Tim Smecda.com mencoba melakukan penjajakan sistem e-learning masuk dalam bagian sistem jaringan yang ada sekarang.

Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang
pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN,
atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada
pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang
dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002)
mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat
elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan
teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga
(2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai
hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e”
atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk
segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat
teknologi elektronik internet. Atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : e-
Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array
of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes,
teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based
training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses
(Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah
sebahagian dari media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh disampaikan
secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada
waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui
media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus
menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam
bidangnya.
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas
‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk
menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran
‘e-learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan
bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan
‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya.
Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.
Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti
sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan
wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Dalam hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut:
e-learning merupakan penyampian informasi, komunikasi, pendidikan,
pelatihan secara on-line.
e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai
belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian
terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer)
sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui
pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat
penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa
yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Karakteristik e-learning, antara lain adalah :
Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa,
siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat
berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh halhal
yang protokoler.
Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer
networks).
Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials)
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa
kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan
belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan
dapat dilihat setiap saat di komputer.
Teknologi Pendukung E-Learning
Dalam prakteknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu
dikenal istilah:computer based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnya
menggunakan komputer;
computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang
menggunakan alat bantu utama komputer.
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Technology based learning
Technology based web-learning
Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information
Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information
Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based
web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board,
Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah
kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video).
Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education),
dimasudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan
teknologi e-learning ini.
Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima
aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email,
Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World
Wide Web (WWW)”.
Secara lebih rinci Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada
dalam e-learning, yaitu:
e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki
secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali,
mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi.
Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning, sehingga
Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan
menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web
Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun
bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan
sebagai e-learning.
e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas,
solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam
pelatihan. Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah satunya adalah system “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000).
Paradigma ini dapat mengitegrasikan beberapa system seperti; (1) paradigma virtual
teacher resources, yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang berkualitas,
sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru, karena peranan
guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh system belajar
tersebut. (2) virtual school system, yang dapat membuka peluang menyelenggarakan
pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan ruang dan waktu.
Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas. Siswa dapat melakukan
kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja. (3) paradigma cyber
educational resources system, atau dot com leraning resources system. Merupakan
pedukung kedua paradigma di atas, dalam membantu akses terhadap artikel atau
jurnal elektronik yang tersedia secara bebas dan gratis dalam internet.
Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W.
Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang elearning,
yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan
memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada ,
dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem
e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses
belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti
layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan
pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan
kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan
membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya.
Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat
terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan
pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Untuk meningkatkan daya tarik belajar, Onno W. Purbo menambahkan
perlunya menggunakan teori games. Teori ini dikemukakan setelah diadakan sebuah
pengamatan terhadap perilaku para penggemar games komputer yang berkembang
sangat pesat. Bermain games komputer sangatlah mengasyikan. Para pemain akan
dibuat hanyut dengan karakter yang dimainkannya lewat komputer tersebut. Bahkan
mampu duduk berjam-jam dan memainkan permainan tersebut dengan senang hati.