CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Sabtu, 29 September 2007

GIS untuk PLN


Inovasi Layanan Kelistrikan
Menghadirkan Layanan Berbasis Kemajuan Teknologi
Penggunaan KWH Meter Digital dengan sistem Automatic Meter Reading (AMR)Peralatan ini diperuntukan bagi pelanggan industri yang memungkinkan adanya sistem pencatatan pemakaian listrik jarak jauh, sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran penggunaan tenaga listrik.
Penerapan Costumer Informasi sistem (CIS) dan Geographical Information system (GIS)CIS dan GIS memberikan informasi yang terpadu sehingga mampu memberikan kemudahan, akurasi, dan kecepatan dalam melayani pelanggan.
Penggunaan Portable Data Terminal (PDT)Sebagai alat pembacaan meter elektronik yang mampu memberikan hasil pembacaan meter pelanggan dengan tingkat akurasi yang lebih tepat.
Tim Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB)Didukung oleh penggunaan teknologi modern dan SDM yang andal serta memiliki kompetensi pada bidang tugasnya, Tim PDKB melaksanakan pekerjaan pemeliharaan di sisi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) tanpa harus dilakukan pemadaman.
Inovasi Layanan Kelistrikan
Menghadirkan Layanan Berbasis Kemajuan Teknologi
Penggunaan KWH Meter Digital dengan sistem Automatic Meter Reading (AMR)Peralatan ini diperuntukan bagi pelanggan industri yang memungkinkan adanya sistem pencatatan pemakaian listrik jarak jauh, sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran penggunaan tenaga listrik.
Penerapan Costumer Informasi sistem (CIS) dan Geographical Information system (GIS)CIS dan GIS memberikan informasi yang terpadu sehingga mampu memberikan kemudahan, akurasi, dan kecepatan dalam melayani pelanggan.
Penggunaan Portable Data Terminal (PDT)Sebagai alat pembacaan meter elektronik yang mampu memberikan hasil pembacaan meter pelanggan dengan tingkat akurasi yang lebih tepat.
Tim Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB)Didukung oleh penggunaan teknologi modern dan SDM yang andal serta memiliki kompetensi pada bidang tugasnya, Tim PDKB melaksanakan pekerjaan pemeliharaan di sisi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) tanpa harus dilakukan pemadaman.
Inovasi Layanan Kelistrikan
Menghadirkan Layanan Berbasis Kemajuan Teknologi
Penggunaan KWH Meter Digital dengan sistem Automatic Meter Reading (AMR)Peralatan ini diperuntukan bagi pelanggan industri yang memungkinkan adanya sistem pencatatan pemakaian listrik jarak jauh, sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran penggunaan tenaga listrik.
Penerapan Costumer Informasi sistem (CIS) dan Geographical Information system (GIS)CIS dan GIS memberikan informasi yang terpadu sehingga mampu memberikan kemudahan, akurasi, dan kecepatan dalam melayani pelanggan.
Penggunaan Portable Data Terminal (PDT)Sebagai alat pembacaan meter elektronik yang mampu memberikan hasil pembacaan meter pelanggan dengan tingkat akurasi yang lebih tepat.
Tim Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB)Didukung oleh penggunaan teknologi modern dan SDM yang andal serta memiliki kompetensi pada bidang tugasnya, Tim PDKB melaksanakan pekerjaan pemeliharaan di sisi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) tanpa harus dilakukan pemadaman.
Inovasi Layanan Kelistrikan
Menghadirkan Layanan Berbasis Kemajuan Teknologi
Penggunaan KWH Meter Digital dengan sistem Automatic Meter Reading (AMR)Peralatan ini diperuntukan bagi pelanggan industri yang memungkinkan adanya sistem pencatatan pemakaian listrik jarak jauh, sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran penggunaan tenaga listrik.
Penerapan Costumer Informasi sistem (CIS) dan Geographical Information system (GIS)CIS dan GIS memberikan informasi yang terpadu sehingga mampu memberikan kemudahan, akurasi, dan kecepatan dalam melayani pelanggan.
Penggunaan Portable Data Terminal (PDT)Sebagai alat pembacaan meter elektronik yang mampu memberikan hasil pembacaan meter pelanggan dengan tingkat akurasi yang lebih tepat.
Tim Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB)Didukung oleh penggunaan teknologi modern dan SDM yang andal serta memiliki kompetensi pada bidang tugasnya, Tim PDKB melaksanakan pekerjaan pemeliharaan di sisi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) tanpa harus dilakukan pemadaman.

Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia

Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia

Data kebencanaan yang mempunyai rujukan spasial dan temporal memerlukan sebuah sistem untuk pengumpulan,
penyimpanan, dan pengelolaan. Sistem Informasi Geografis sebagai suatu sistem berbasis komputer dengan empat
kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu: pemasukan, pengelolaan, manipulasi dan analisis, serta
keluaran; sangatlah tepat untuk diterapkan. Saat ini, GIS juga sudah dapat diimplementasikan sedemikian rupa sehingga
dapat bertindak sebagai map-server melalui jaringan lokal maupun jaringan internet (web-based). Pengembangan
Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia (SIPBI) berbasis web-GIS dilakukan melalui tahapan berikut:
konseptual, perancangan, pengembangan, operasional, dan audit.
Pendahuluan
Indonesia terletak pada pertemuan lempeng tektonik aktif, jalur pegunungan aktif, dan kawasan beriklim tropik; sehingga
menjadikan sebagian besar wilayahnya rawan terhadap bencana alam. Jumlah korban bencana tergolong sangat tinggi
dibandingkan dengan negara-negara lain. Data terakhir menunjukkan adanya peningkatan, baik dalam hal jenis
bencana, jumlah kerugian, dan jumlah korban jiwa. Belum lagi jumlah korban kerusuhan social (social unrest) di Ambon,
Pontianak, Aceh, dan Palu; yang jumlahnya sulit diketahui secara pasti akibat sumber data yang tidak seragam.
Kesimpangsiuran data yang berkaitan dengan bencana merupakan tantangan yang harus segera diatasi.
Berdasarkan teori dan konsep manajemen bencana (disasters management) yang meliputi beberapa tahapan, yaitu:
tahap tanggap darurat (response phase), tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, tahap preventif dan mitigasi, dan tahap
kesiapsiagaan (preparedness); maka upaya penanggulangan bencana harus didukung oleh suatu sistem informasi yang
memadai. Sistem ini diharapkan mampu untuk: (1) meningkatkan kemampuan perencanaan penanggulangan bencana
bagi semua mekanisme penanngulangan bencana, baik pada tingkat pusat maupun daerah pada semua tahapan
penanggulangan bencana; (2) mendukung pelaksanaan pelaporan kejadian bencana secara cepat dan tepat, termasuk
di dalamnya proses pemantauan dan perkembangan kejadian bencana; dan (3) memberikan informasi secara lengkap
dan aktual kepada semua pihak yang terkait dengan unsur-unsur penanggulangan bencana baik di Indonesia maupun
negara asing melalui fasilitas jaringan global.
Penanganan sistem informasi kebencanaan perlu mendapatkan perhatian yang besar dan pengelolaan secara
profesional. Hal ini didasari oleh alasan bahwa: (1) Pengumpulan data menghabiskan biaya yang sangat besar; (2)
Berbagai perencanaan/managemen bencana menuntut tersedianya data dan informasi secara cepat, akurat, dan
terintegrasi; dan (3) Basisdata digital memiliki kelebihan dalam hal penyimpanan, pemrosesan, analisa, dan
pemutakhiran. Data kebencanaan yang mempunyai rujukan spasial dan temporal memerlukan sebuah sistem untuk
pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaannya. Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia (SIPBI) yang
berbasis GIS sebagai suatu sistem komputerisasi dengan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi
geografis, yaitu: pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi
dan analisis, serta keluaran; sangatlah tepat untuk diterapkan. Sekarang ini, GIS juga sudah dapat diimplementasikan
sedemikian rupa sehingga dapat bertindak sebagai map-server yang siap melayani permintaan (query) dari user melalui
jaringan lokal (intranet) maupun jaringan internet (web-based). Pekerjaan tidak lagi terbebankan pada satu sistem
komputer dengan mengoptimalkan peran clients dan server. Tulisan ini merupakan kajian perluasan (expansion) sistem
informasi penanggulangan bencana yang dikembangkan pada tahun 1996 oleh Bakornas PB, BPPT, dan PSBA UGM.
Komponen SIPBI
Sebagai suatu sistem, SIPBI terintegrasi dengan jaringan komputer lain dan disusun oleh komponen-komponen
pembentuk: (1) komponen perangkat keras, meliputi: server, PC user, digitizer, peralatan pendukung jaringan; (2)
komponen sistem operasi berupa: WinNT, Linux, atau UNIX; (3) komponen perangkat lunak pengolah data spasial,
misalnya: ArcInfo, ArcView, MapInfo, AutoCAD Map, atau yang terintegrasi dengan pengolah citra, seperti: ILWIS,
ERMapper, ENVI, ERDAS; (4) komponen perangkat lunak pengolah data atribut, misalnya: dBase, Access, SQL, Oracle;
(5) komponen basisdata yang terdiri dari tabel-tabel berikut relasi antar tabel; (6) komponen perangkat lunak pendukung
internet mapping; (7) organisasi pengelola; (8) komponen pengguna sistem yang dapat dibagi ke dalam beberapa
kelompok, yaitu: database administrator sebagai pengendali sistem, application programmer, dan pengguna; dan (9)
operasionalisasi sistem.
Berkaitan dengan internet mapping, perusahaan pengembang software GIS telah memperkenalkan solusi yang mudah
digunakan untuk menyebarkan peta di internet. Setelah me-release ArcView pada tahun 1991, ESRI telah
mengembangkan modul tambahan ArcIMS yang dapat digunakan untuk mempublikasikan peta-peta secara dinamik di
internet. Autodesk, Inc. mengembangkan Autodesk MapGuide dengan tampilan akhir yang sangat interaktif. Selain itu
masih banyak vendor lain yang mengembangkan internet mapping, misalnya: MapInfo Corp. (MapXTreme), Bentley
(Model Server Discovery), Intergraph (GeoMedia Web Map/Web Map Enterprise), PCI Geomatics (SPANS WebServer),
GeoMicro Inc. (AltaMap Server), dan MetaMap (Map Server). Produk-produk tersebut juga dilengkapi plug-ins yang
http://www.sutikno.org - SUTIKNO Prof. Dr. Powered by Mambo Generated: 29 September, 2007, 22:22
contoh aplikasinya bisa dilihat di http://www.geoplace.com.
Tahapan PengembanganPengembangan SIPBI berbasis web-GIS dapat dilakukan melalui lima tahapan berikut, yaitu:
1. Tahap Konseptual
Sebagian besar aktivitas dititikberatkan pada identifikasi pengorganisasian data spasial kebencanaan yang sudah ada
beserta analisis kebutuhan di masa mendatang. Selain itu juga dilakukan evaluasi kelayakan berupa estimasi biaya dan
potensi keuntungan yang bakal diperoleh.
2. Tahap Perancangan
Pada tahap ini dipersiapkan secara detil rencana implementasi, rancangan sistem, dan rancangan basisdata yang akan
dibangun. Rencana implementasi berisi deskripsi tugas, alokasi sumberdaya, identifikasi rencana hasil akhir, dan time
schedule. Perancangan sistem menyangkut pemilihan perangkat keras dan lunak. Perancangan basisdata tabuler
sebaiknya menggunakan model ER (entity relationship).
3. Tahap Pengembangan
Pada tahapan ini dilakukan akuisisi sistem, akuisisi basisdata, pengorganisasian sistem, persiapan prosedur operasi,
dan persiapan lokasi. Melalui akuisisi sistem diharapkan dapat dipilih perangkat keras dan lunak pendukung SIPBI yang
paling efektif dengan biaya serendah mungkin. Pada pengorganisasian sistem, kendala yang seringkali dihadapi adalah
kebutuhan personel pendukung dan skill. Berkaitan dengan hal ini, sebenarnya PSBA UGM sudah melakukan sosialisasi
dan pelatihan bagi para manager/staf di tingkat Satlak dan Satkorlak PBP. Persiapan prosedur operasi menyangkut
penentuan prosedur manajemen sistem, seperti: operasi harian, pemeliharaan peralatan, serta pengalokasian
wewenang penggunaan perangkat sistem dan akses data.
4. Tahap Operasional
Tahap operasional meliputi instalasi sistem dan pembuatan pilot project. Instalasi sistem mencakup pemasangan dan
pengujian sistem, baik secara terpisah maupun terhubung dalam jaringan internet. Proyek percontohan perlu
diujicobakan pada lembaga pusat Bakornas PBP dan beberapa Satlak/Satkorlak.
5. Tahap audit
Pada setiap periode tertentu, keberadaan sistem sebaiknya ditinjau kembali untuk memonitor relevansinya. Jika hasil
review menunjukkan adanya pergeseran sistem dari tujuan semula, maka diperlukan perbaikan dan atau perluasan
sistem (system expansion).
Akuisisi Basisdata
Akuisisi basisdata merupakan aktivitas pengkonversian data spasial (peta) dan data atribut kebencanaan yang masih
berupa data analog ke dalam format dijital. Data atribut kebencanaan diklasifikasi, diolah, dan diotomasi dengan
pemberian identitas (ID) menggunakan SQL. Selanjutnya dilakukan pengintegrasian data atribut ke dalam peta dijital
dengan bantuan perangkat lunak pengolah data spasial yang mempunyai fasilitas pertukaran data secara dinamis
melalui container OLE maupun driver ODBC, misalnya: ArcView, AutoCAD Map, atau MapInfo.
Keluaran
Subsistem keluaran bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan produk akhir basisdata, seperti: tabel, grafik, peta,
dan lain-lain. Sesuai dengan rencana semula bahwa keluaran basisdata kebencanaan ini akan dipublikasikan secara
luas di internet. Untuk itu harus dilakukan langkah terakhir yaitu transformasi basisdata kebencanaan (terutama petapeta)
ke dalam bentuk interaktif yang berbasis web dengan perangkat lunak internet mapping yang dibantu dengan
perangkat lunak JAVA.

Peranan Sistem Informasi Geografis Kesehatan dalam Bencana*

Peranan Sistem Informasi Geografis Kesehatan dalam Bencana*
PendahuluanAkhir-akhir ini, Indonesia berbagai bencana bertubi-tubi menimpa Indonesia. Sebelum tsunami di Aceh, berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, gunung meletus, kekeringan, gempa bumi maupun tsunami juga pernah menimpa beberapa bagian di Indonesia. Selain bencana alam, Indonesia juga langganan dengan kejadian luar biasa seperti demam berdarah, dan akhir-akhir ini, semua orang meributkan tentang polio. Jika menilik definisi bencana (disaster) menurut WHO, kita akan menemukan definisi yang menarik. Bencana dapat didefinisikan sebagai setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Hal ini mengimplikasikan bahwa KLB pun dapat dikateogrikan sebagai suatu bencana.
Upaya penganggulangan bencana secara umum meliputi 2 hal yaitu, pre-disaster dan post-disaster. Seperti kita ketahui, upaya penanggulangan post disaster akan membutuhkan biaya serta alokasi sumber daya yang sangat besar. Upaya penanggulangan ini akan semakin besar lagi apabila masyarakat dan negara tidak memiliki sistem manajemen pre disaster yang baik. Oleh karena itu saat ini digalakkan penyadaran pentingnya emergency preparedness sebagai suatu program jangka panjang yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan bangsa untuk me-manage semua jenis bencana serta memulihkan keadaan pasca bencana hingga ke kondisi pengembangan berkelanjuntan.
Peran sistem informasi geografis kesehatan dalam manajemen bencanaSistem informasi geografis merupakan penggunaan teknologi informasi untuk mengumpulkan, mengolah, dan memvisualisasikan data spatial serta data tabular lain. Penerapan pertama kali sistem informasi geografis dipelopori oleh John Snow ketika membuat peta pompa air pada saat wabah kolera pada abad 19. Semenjak era komputer dan Internet, SIG semakin populer dan terjangkau.
Perangkat lunak sistem informasi geografis tersedia secara komersial (misalnya, ArcView, MapInfo dll) maupun gratis (Epimap, dll). Pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan sistem informasi geografis di Indonesia telah menginvestasikan cukup tinggi untuk pembelian perangkat lunak komersial. Di sisi lain, beberapa perangkat lunak gratis seperti Epimap tersedia, tetapi jarang dikupas. Selain itu, banyak yang mengungkapkan bahwa tidak semua praktisi kesehatan masyarakat harus menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis yang mahal, karena sebagian besar aplikasi di kesehatan masyarakat lebih banyak untuk pengembangan peta tematik.
Analisis sistem informasi geografis yang lebih canggih, seperti disease clustering, maupun disease modelling memang harus menggunakan perangkat komersial. Epi Info 3.3.2 merupakan perangkat lunak yang sangat populer untuk epidemiologi yang dilengkapi dengan modul Epimap untuk SIG. Selain itu, WHO juga memiliki Healthmap.
Sistem informasi geografis memiliki peran penting dalam siklus manajemen bencana, mulai dari pencegahan, mitigasi, tanggap darurat hingga rehabilitasi. Peta merupakan salah satu cara terbaik untuk memvisualisasikan hasil penilaian kerawanan (vulnerabilitas). Peta dapat memadukan dimensi keruangan (spasial), karakteristik dari hazard serta berbagai informasi lainnya seperti gambaran lingkungan maupuan data masyarakat yang relevan.
Costa Rica’s Integrated Emergency Information System merupakan salah satu contoh penerapan system informasi geografis dalam setiap siklus manajemen bencana. Sistem ini memiliki database yang cukup penting bagi proses perencanaan yaitu peta tentang bencana alam dan manusia serta inventory sumber daya strategis untuk kesiapan, tanggap serta rehabilitasi bencana. Saat ini, Badan Meteorologi dan Geofisika memiliki peta interaktif yang memuat informasi mengenai bencana yang cukup update. Peta yang terdapat di Internet tersebut menampilkan titik lokasi 30 gempa terakhir, skala gempa, waktu kejadian, serta posisinya (latitude dan longitude).
Pada saat dan setelah bencana terjadi, berbagai aktivitas kesehatan harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan para korban serta mencegah memburuknya derajat kesehatan masyarakat yang terkena bencana. Pada tahapan tanggap darurat, energi yang cukup besar biasanya dicurahkan untuk evakuasi korban. Kegiatan lain yang juga sudah harus dimulai segera meliputi kesehatan lingkungan, surveilans dan pemberantasan penyakit, pelayanan kesehatan serta distribusi logistik kesehatan dan bahan makanan. Problem yang seringkali terjadi kemudian adalah persoalan manajemen dan koordinasi kegiatan serta sumber daya. Alokasi tenaga kesehatan, obat-obatan dan bahan makanan memerlukan informasi yang akurat mengenai jumlah populasi dan lokasi penampungan korban.
Setiap bencana memerlukan tindakan prioritas dan kebutuhan informasi yang relatif berbeda. Prioritas tindakan dan kebutuhan informasi pada waktu bencana gempa bumi akan berbeda dengan bencana banjir (lihat gambar 1 dan 2). Namun secara umum, informasi yang dibutuhkan pada waktu penanganan bencana adalah: (1) wilayah serta lokasi geografis bencana dan perkiraan populasi, (2)status jalur transportasi dan sisem komunikasi, (3)ketersediaan air bersih, bahan makanan, fasilitas sanitasi dan tempat hunian, (4)jumlah korban, (5)kerusakan, kondisi pelayanan, ketersediaan obat-obatan, peralatan medis serta tenaga di fasilitas kesehatan, (6)lokasi dan jumlah penduduk yang menjadi pengungsi dan (7) estimasi jumlah yang mennggal dan hilang. Pada tahap awal, tindakan kemanusiaan dan pengumpulan informasi dilakukan secara simultan. Pengumpulan data harus dilakukan secara cepat untuk menentukan tindakan prioritas yang harus dilakukan oleh manajemen bencana.
Penggunaan Global Positioning Systems (GPS) berperan penting dalam menentukan lokasi kamp pengungsi maupun fasilitas kesehatan. Data tersebut dapat digabungkan dengan data spatial dari satelit. Pada awal kejadian tsunami di Aceh, gambar satelit dari Quick Birds sangat bermanfaat untuk mengestimasikan cakupan bencana serta perkiraan sarana transportasi yang rusak. Data spatial tersebut selanjutnya digabungkan dengan informasi mengenai jumlah maupun distribusi pengungsi, ketersediaan air bersih serta bahan makanan akan memberikan masukan penting bagi koordinasi dan manajemen pada fase tanggap darurat.
Proses pengumpulan data dan informasi akan menjadi lebih mudah jika informasi dasar tersedia. Sayangnya, inilah kelemahan di negara kita. Informasi spasial yang lengkap mengenai suatu wilayah kadang-kadang sulit diperoleh. Pada waktu tim UGM berangkat ke Aceh, satu-satunya peta digital yang dimiliki berasal dari BPS tahun 2000 yang waktu hanya mencakup 20 kabupaten (tidak termasuk kabupaten pemekaran). Akhirnya, peta digital yang lengkap justru diperoleh dari komunitas RSGISForum (remote sensing and GIS forum) yang menyediakan peta digital aceh di Internet.
Oleh karena itu, peranan GIS untuk manajemen bencana akan lebih optimal jika sudah dikembangkan sebagai bagian dari pre-disaster plan. Hal inilah yang sekarang sedang dicoba bekerjasama WHO dengan membuat layer dasar fasilitas kesehatan. UGM saat ini sudah menyelesaikan peta fasilitas kesehatan di Aceh dan Jogjakarta. Kegiatan yang sekarang sedang berjalan adalah di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Pengumpulan data fasilitas kesehatan tersebut relatif lebih mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh tenaga kesehatan. Langkah selanjutnya adalah menggabungkan informasi spasial tersebut dengan data yang berasal dari sektor lain seperti, jalur komunikasi dan topografi, jumlah dan distribusi penduduk, serta daerah dan lokasi rawan bencana.
Upaya pengembangan ke depanSharing informasi merupakan kata kunci di era netwroking seperti saat ini. Hasil pemetaan fasilitas kesehatan yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada diletakkan di server Pusdatin (yang dapat diakses di http://map.depkes.go.id) yang saat ini memiliki infrastruktur server Internet yang cukup memadai.
Untuk menjamin sustainabilitas, pengembangan sistem informasi geografis memerlukan dua hal:Investasi untuk pengembangan. Investasi ini diperlukan untuk pengadaan perangkat lunak, perangkat keras, pengumpulan sumber data, serta pelatihan bagi perancang serta pengguna sistem informasi geografis (SDM)Updating. Sistem informasi geografis yang hanya mengumpulkan data sewaktu tidak akan bermanfaat banyak. Oleh karena itu, langkah yang terpenting adalah proses updating. Hal ini memerlukan kerjasama lintas sektoral serta fasilitas networking yang memungkinkan updating secara paralel. Dengan adanya Internet, mekanisme updating akan menjadi lebih mudah. Hal inilah yang mendorong populernya perkembangan webmapping (pemetaan di Internet)
Informasi mengenai fasilitas kesehatan merupakan layer pertama dalam tampilan webmapping tersebut. Langkah selanjutnya adalah melengkapi dengan berbagai layer lainnya, seperti indikator kesehatan, faktor risiko (lingkungan), sumber daya kesehatan. Akan tetapi, penerapan webmapping tersebut sebenarnya merupakan tingkatan tertinggi karena berasal dari berbagai data di level di bawahnya, khususnya kabupaten dan propinsi serta berbagai unit di departemen kesehatan. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi geografis di tingkat kabupaten dan propinsi sebaiknya menjadi bagian penting dalam pengemabangan sistem informasi kesehatan daerah.
Pengalaman menunjukkan bahwa, meskipun upaya pengembangan sistem informasi geografis di sektor kesehatan sudah dirintis sejak lama, khususnya untuk pemberantasan dan pencegahan penyakit menular. Namun, hingga saat ini dampak dan manfaatnya belum terasa. Semoga dengan semakin meningkatnya kesadaran kita terhadap bencana, sistem informasi geografis bukan lagi menjadi sesuatu yang eksklusif dan dimiliki oleh kalangan tertentu saja, tetapi menajdi bagian dari sistem kesehatan dalam setiap pengambilan keputusan.
*)disajikan dalam seminar Peranan Kesehatan Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana


Di saat teknologi internet semakin dipakai luas dan kebutuhan untuk mengintegrasikan isi aplikasi internet semakin tinggi, peran eXtensible Markup Language (XML) sebagai data tukar antar sistem bermain penting untuk memenuhi kebutuhan integrasi tersebut. Sebagai contoh: sebuah penerbit media di internet mampu mengintegrasikan ribuan ringkasan berita dari berbagai stasiun berita secara otomatis berkat dipasangnya 'RSS feeder' di halaman web-nya. Atau berita baris terkini segera terkirim ke PDA anda berkat diseminasi terusan informasi melalui spesifikasi RSS. RSS singkatnya adalah format sindikasi berita (dalam XML) mengenai judul, ringkasan, tanggal publikasi, dan penerbit. Pada dasarnya RSS adalah metadata tentang "suatu" item berita atau informasi di web (dikenal sebagai "syndication feeds"). Saat ini, selain RSS dikenal pula spesifikasi alternatif: Atom. Di dunia internet, metadata pada umumnya ditulis dengan XML. Meskipun demikian, sebenarnya rekomendasi dari W3C untuk penulisan metadata secara umum adalah RDF (Resource Description Framework). Termotivasi agar lebih berguna dan me'rakyat' untuk dunia internet, RDF/XML adalah bentuk pen-"serial"-an RDF menjadi format XML, seperti yang dipakai dalam spesifikasi RSS 1.0. Pada kesempatan lain akan dilihat secara lebih mendalam keuntungan metadata ditulis dengan RDF/XML. Kembali ke penerbit artikel di atas, RSS feeder bertugas mem-"parsing" XML file melalui alamat akses (URL) dari RSS terdaftar dan selanjutnya ditampilkan di halaman website. Salah satu keuntungan XML yang paling menonjol adalah mempunyai MIME (Multipurpose Internet Mail Extensions) bertipe teks, sehingga akses dan proses data dalam bentuk XML menjadi "ringan" melalui protokol internet - HTTP, selain tentu saja memungkinkan kita/manuasia membaca isi yang dituliskan dalam XML. Seiring larisnya penggunaan format sindikasi untuk berbagi informasi (misalnya berita, artikel, blog, foto), ide pengkodean posisi kebumian dari isi informasi ataupun penerbit bermunculan. Pengkodean ini dilakukan dengan menyisipkan berkonotasi posisi kebumian di sela2 elemen pembawa informasi. Dengan adanya tag yang merepresentasikan posisi, baik sebagai lintang/bujur, grid, atau sekedar nama tempat dari titik dan luasan, informasi yang dibawa dapat di-‘geocoding’-kan. Sekedar contoh: berita baris terkini tentang kebakaran hutan dalam radius 10 km dari posisi telpon genggam atau rumah kita dapat membantu kesiapan kita mengantisipasi efek asap. Mulai dari sindikasi berita, cerita (blog), dan bahkan foto (flickr.com), kesadaran bertag geo semakin meluas. Untuk mengkodekan informasi posisi kebumian dalam aplikasi GIS, GML (Geography Markup Language) merupakan spesifikasi spesial yang dikhususkan untuk merepresentasikan informasi geometri dan topologi fitur atau objek kebumian. Berikut ini adalah contoh sederhana penkodean luasan dengan GML.
<> < srsname="http://www.opengis.net/gml/srs/epsg.xml#4326"> < gml="http://www.opengis.net/gml">267933,539914 185302,459816 < /gml:Box > < /gml:boundedBy >
Untuk mengkodekan cakupan geografis metadatanya, terdapat spesifikasi ISO19115 dari ISO. Selain itu salah satu standard metadata untuk perpustakaan dan sistem catalog: DC (Dublin Core)mengekspresikan informasi kebumian, misalnya luasan, melalui element yang dimuat dalam DC terms. Untuk pengkodean informasi posisi geometri, bisa juga dipakai draft internasionalisasi posisi Geo (WGS84 Vocabulary) dari Semantic Web W3C. Pada umumnya, pengkodean info posisi untuk keperluan sindikasi berita dan publikasi foto dibuat dengan mengambil ‘namespace’ dan elemen yang relevant dari spesifikasi-spesifikasi tersebut. Berikut ini contoh singkat pengkodean dengan GeoRSS yang merekomendasikan penggunaan elemen GML di dalam Atom (diambil dari GeoRSS):

gis untuk BUMN

Rencana Penerapan Geographi Information System (GIS) di Areal Tanaman Pabrik Gula wilayah PTPN XI (Persero) Pemetaan (Peta) kebun sangat diperlukan dalam perkebunan dan juga memuat informasi mengenai tanaman yang ditanam. Dalam hal ini, di PTPN XI (Persero) memerlukan informasi antara lain : luas, prakiraan ton tebu, jenis tebu, masa tanam, kategori, sinder kebun, letak kebun, desa, kecamatan dll. Untuk informasi tersebut yang berbasis pemetaan maka PTPN XI (Persero) berencana menerapkan teknologi informasi yaitu Geographi Information System (GIS) di semua Pabrik Gula.Untuk menerapkan GIS tersebut diperlukan skill khusus bagi karyawan Pabrik Gula, bidang TI dan bidang Tanaman Kantor Pusat. Untuk keperluan tersebut PTPN XI (Persero) sudah mengirim beberapa Karyawan untuk mengikuti pelatihan selama 3 minggu di LPP Jogyakarta pada bulan Maret 2006 tentang GIS dan cara menerapkan Geographi Positioning System (GPS). Untuk merealisasikan secara menyeluruh di semua Pabrik Gula maka Bidang TI, Tanaman & SDM berencana akan melakukan In House Trainning tentang "Penerapan GPS pada GIS" pada tanggal 25-27 April 2006 dan 2 - 4 Mei 2006.