CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Sabtu, 29 September 2007

Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia

Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia

Data kebencanaan yang mempunyai rujukan spasial dan temporal memerlukan sebuah sistem untuk pengumpulan,
penyimpanan, dan pengelolaan. Sistem Informasi Geografis sebagai suatu sistem berbasis komputer dengan empat
kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu: pemasukan, pengelolaan, manipulasi dan analisis, serta
keluaran; sangatlah tepat untuk diterapkan. Saat ini, GIS juga sudah dapat diimplementasikan sedemikian rupa sehingga
dapat bertindak sebagai map-server melalui jaringan lokal maupun jaringan internet (web-based). Pengembangan
Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia (SIPBI) berbasis web-GIS dilakukan melalui tahapan berikut:
konseptual, perancangan, pengembangan, operasional, dan audit.
Pendahuluan
Indonesia terletak pada pertemuan lempeng tektonik aktif, jalur pegunungan aktif, dan kawasan beriklim tropik; sehingga
menjadikan sebagian besar wilayahnya rawan terhadap bencana alam. Jumlah korban bencana tergolong sangat tinggi
dibandingkan dengan negara-negara lain. Data terakhir menunjukkan adanya peningkatan, baik dalam hal jenis
bencana, jumlah kerugian, dan jumlah korban jiwa. Belum lagi jumlah korban kerusuhan social (social unrest) di Ambon,
Pontianak, Aceh, dan Palu; yang jumlahnya sulit diketahui secara pasti akibat sumber data yang tidak seragam.
Kesimpangsiuran data yang berkaitan dengan bencana merupakan tantangan yang harus segera diatasi.
Berdasarkan teori dan konsep manajemen bencana (disasters management) yang meliputi beberapa tahapan, yaitu:
tahap tanggap darurat (response phase), tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, tahap preventif dan mitigasi, dan tahap
kesiapsiagaan (preparedness); maka upaya penanggulangan bencana harus didukung oleh suatu sistem informasi yang
memadai. Sistem ini diharapkan mampu untuk: (1) meningkatkan kemampuan perencanaan penanggulangan bencana
bagi semua mekanisme penanngulangan bencana, baik pada tingkat pusat maupun daerah pada semua tahapan
penanggulangan bencana; (2) mendukung pelaksanaan pelaporan kejadian bencana secara cepat dan tepat, termasuk
di dalamnya proses pemantauan dan perkembangan kejadian bencana; dan (3) memberikan informasi secara lengkap
dan aktual kepada semua pihak yang terkait dengan unsur-unsur penanggulangan bencana baik di Indonesia maupun
negara asing melalui fasilitas jaringan global.
Penanganan sistem informasi kebencanaan perlu mendapatkan perhatian yang besar dan pengelolaan secara
profesional. Hal ini didasari oleh alasan bahwa: (1) Pengumpulan data menghabiskan biaya yang sangat besar; (2)
Berbagai perencanaan/managemen bencana menuntut tersedianya data dan informasi secara cepat, akurat, dan
terintegrasi; dan (3) Basisdata digital memiliki kelebihan dalam hal penyimpanan, pemrosesan, analisa, dan
pemutakhiran. Data kebencanaan yang mempunyai rujukan spasial dan temporal memerlukan sebuah sistem untuk
pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaannya. Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Indonesia (SIPBI) yang
berbasis GIS sebagai suatu sistem komputerisasi dengan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi
geografis, yaitu: pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi
dan analisis, serta keluaran; sangatlah tepat untuk diterapkan. Sekarang ini, GIS juga sudah dapat diimplementasikan
sedemikian rupa sehingga dapat bertindak sebagai map-server yang siap melayani permintaan (query) dari user melalui
jaringan lokal (intranet) maupun jaringan internet (web-based). Pekerjaan tidak lagi terbebankan pada satu sistem
komputer dengan mengoptimalkan peran clients dan server. Tulisan ini merupakan kajian perluasan (expansion) sistem
informasi penanggulangan bencana yang dikembangkan pada tahun 1996 oleh Bakornas PB, BPPT, dan PSBA UGM.
Komponen SIPBI
Sebagai suatu sistem, SIPBI terintegrasi dengan jaringan komputer lain dan disusun oleh komponen-komponen
pembentuk: (1) komponen perangkat keras, meliputi: server, PC user, digitizer, peralatan pendukung jaringan; (2)
komponen sistem operasi berupa: WinNT, Linux, atau UNIX; (3) komponen perangkat lunak pengolah data spasial,
misalnya: ArcInfo, ArcView, MapInfo, AutoCAD Map, atau yang terintegrasi dengan pengolah citra, seperti: ILWIS,
ERMapper, ENVI, ERDAS; (4) komponen perangkat lunak pengolah data atribut, misalnya: dBase, Access, SQL, Oracle;
(5) komponen basisdata yang terdiri dari tabel-tabel berikut relasi antar tabel; (6) komponen perangkat lunak pendukung
internet mapping; (7) organisasi pengelola; (8) komponen pengguna sistem yang dapat dibagi ke dalam beberapa
kelompok, yaitu: database administrator sebagai pengendali sistem, application programmer, dan pengguna; dan (9)
operasionalisasi sistem.
Berkaitan dengan internet mapping, perusahaan pengembang software GIS telah memperkenalkan solusi yang mudah
digunakan untuk menyebarkan peta di internet. Setelah me-release ArcView pada tahun 1991, ESRI telah
mengembangkan modul tambahan ArcIMS yang dapat digunakan untuk mempublikasikan peta-peta secara dinamik di
internet. Autodesk, Inc. mengembangkan Autodesk MapGuide dengan tampilan akhir yang sangat interaktif. Selain itu
masih banyak vendor lain yang mengembangkan internet mapping, misalnya: MapInfo Corp. (MapXTreme), Bentley
(Model Server Discovery), Intergraph (GeoMedia Web Map/Web Map Enterprise), PCI Geomatics (SPANS WebServer),
GeoMicro Inc. (AltaMap Server), dan MetaMap (Map Server). Produk-produk tersebut juga dilengkapi plug-ins yang
http://www.sutikno.org - SUTIKNO Prof. Dr. Powered by Mambo Generated: 29 September, 2007, 22:22
contoh aplikasinya bisa dilihat di http://www.geoplace.com.
Tahapan PengembanganPengembangan SIPBI berbasis web-GIS dapat dilakukan melalui lima tahapan berikut, yaitu:
1. Tahap Konseptual
Sebagian besar aktivitas dititikberatkan pada identifikasi pengorganisasian data spasial kebencanaan yang sudah ada
beserta analisis kebutuhan di masa mendatang. Selain itu juga dilakukan evaluasi kelayakan berupa estimasi biaya dan
potensi keuntungan yang bakal diperoleh.
2. Tahap Perancangan
Pada tahap ini dipersiapkan secara detil rencana implementasi, rancangan sistem, dan rancangan basisdata yang akan
dibangun. Rencana implementasi berisi deskripsi tugas, alokasi sumberdaya, identifikasi rencana hasil akhir, dan time
schedule. Perancangan sistem menyangkut pemilihan perangkat keras dan lunak. Perancangan basisdata tabuler
sebaiknya menggunakan model ER (entity relationship).
3. Tahap Pengembangan
Pada tahapan ini dilakukan akuisisi sistem, akuisisi basisdata, pengorganisasian sistem, persiapan prosedur operasi,
dan persiapan lokasi. Melalui akuisisi sistem diharapkan dapat dipilih perangkat keras dan lunak pendukung SIPBI yang
paling efektif dengan biaya serendah mungkin. Pada pengorganisasian sistem, kendala yang seringkali dihadapi adalah
kebutuhan personel pendukung dan skill. Berkaitan dengan hal ini, sebenarnya PSBA UGM sudah melakukan sosialisasi
dan pelatihan bagi para manager/staf di tingkat Satlak dan Satkorlak PBP. Persiapan prosedur operasi menyangkut
penentuan prosedur manajemen sistem, seperti: operasi harian, pemeliharaan peralatan, serta pengalokasian
wewenang penggunaan perangkat sistem dan akses data.
4. Tahap Operasional
Tahap operasional meliputi instalasi sistem dan pembuatan pilot project. Instalasi sistem mencakup pemasangan dan
pengujian sistem, baik secara terpisah maupun terhubung dalam jaringan internet. Proyek percontohan perlu
diujicobakan pada lembaga pusat Bakornas PBP dan beberapa Satlak/Satkorlak.
5. Tahap audit
Pada setiap periode tertentu, keberadaan sistem sebaiknya ditinjau kembali untuk memonitor relevansinya. Jika hasil
review menunjukkan adanya pergeseran sistem dari tujuan semula, maka diperlukan perbaikan dan atau perluasan
sistem (system expansion).
Akuisisi Basisdata
Akuisisi basisdata merupakan aktivitas pengkonversian data spasial (peta) dan data atribut kebencanaan yang masih
berupa data analog ke dalam format dijital. Data atribut kebencanaan diklasifikasi, diolah, dan diotomasi dengan
pemberian identitas (ID) menggunakan SQL. Selanjutnya dilakukan pengintegrasian data atribut ke dalam peta dijital
dengan bantuan perangkat lunak pengolah data spasial yang mempunyai fasilitas pertukaran data secara dinamis
melalui container OLE maupun driver ODBC, misalnya: ArcView, AutoCAD Map, atau MapInfo.
Keluaran
Subsistem keluaran bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan produk akhir basisdata, seperti: tabel, grafik, peta,
dan lain-lain. Sesuai dengan rencana semula bahwa keluaran basisdata kebencanaan ini akan dipublikasikan secara
luas di internet. Untuk itu harus dilakukan langkah terakhir yaitu transformasi basisdata kebencanaan (terutama petapeta)
ke dalam bentuk interaktif yang berbasis web dengan perangkat lunak internet mapping yang dibantu dengan
perangkat lunak JAVA.

0 komentar: